Ada saudagar kaya yang sering
bepergian jauh untuk berdagang. Saking seringnya, ia sampai tidak punya waktu
untuk memperhatikan anak tunggalnya, Susan. Ibu Susan sudah lama meninggal.
Sehari-hari Susan hanya ditemani pengasuhnya. Susan menjadi kesepian.
Suatu hari,
si saudagar tiba di sebuah desa kecil yang terpencil. Karena tidak ada hotel
dan penginapan, terpaksa sang saudagar menginap di salah satu rumah penduduk.
Rumah
tempat saudagar menginap sangat sederhana. Hanya terbuat dari bamboo dan
atapnya dari daun kelapa. Namun saudagar itu merasa beruntung karena rumah itu
cukup terawatt, rapi, dan bersih.
Pemilik
rumah itu adalah seorang anak perempuan dengan ayahnya. Mereka berdua sangat
akrab dan ramah. Sang saudagar mendapat hidangan buah-buahan hutan yang lezat
pada saat makan malam. Anak perempuan itu bernama Susi.
Sang
saudagar jadi teringat kepada Susan. Cantiknya hamper sama, tetapi wajah Susi
lebih riang dan manis walaupun mainannya hanya boneka kayu. Tidak seperti Susan
yang selalu kelihatan sedih dan muram.
Sang sau
dagar ingin anaknya bisa semanis dan seriang susi. Ketika malam telah larut,
sang saudagar pergi ke kamarnya. Mendengar canda Susi dengan ayahnya di kamar
sebelah, sang saudagar tidak bisa tidur. Ia semakin teringat kepada Susan.
Namun pekerjaannya masih banyak. Saudagar berjanji akan membawa oleh-oleh yang
istimewa untuk Susan nanti.
Sepulang
dari perjalanan jauh sang saudagar memang selalu membawa oleh-oleh yang mahal
buat Susan. Namun kali ini ia mau membawa hadiah yang bisa membuat susan riang.
Hadiah yang bisa membuat Susan tersenyum manis seperti Susi.
Sang
saudagar mengira boneka kayu itulah yang membuat Susi selalu riang gembira.
Karena itu ia berusaha mendapatkan boneka itu. Tapi ternyata Susi tidak mau dibujuk.
Ketika ayah Susi sedang pergi ke sawah sang saudagar membujuk Susi, “Ayolah
anak manis! paman akan membeli bonekamu dengan uang banyak, atau paman tukar
bonekamu dengan mainan yang lebih bagus?” “Susi tidak mau! Susi tidak mau
memberikan boneka ini kepada siapapun, ini kenang-kenangan dari almarhum ibu
Susi” Susi pun memeluk erat bonekanya.
Sang
saudagar hamper putus asa. Tapi tiba-tiba ia mendapat akal. Ia berlutut dan
menangis tersedu-sedu di hadapan anak perempuan itu. “Tolonglah anak manis,
anak paman satu-satunya sedang sakit. Ia selalu menganis karena ingin punya
boneka seperti itu. Apa kamu tidak kasihan kepadanya?”
Susi
menjadi iba. Ia mengira anak perempuan saudagar itu benar-benar sakit. Susi yang
baik hati akhirnya memberikan boneka itu kepada sang saudagar. Mata sang
saudagar pun berbinar-binar, dan ia mengeluarkan beberapa keeping uang emas
kepada Susi. Tetapi Susi menolaknya, ia malah berlari ke kamarnya dengan
menangis.
Begitu
mendapat boneka kayu itu, sang saudagar segera pulang. Tapi sungguh ia tak
menyangka! Ternyata Susan tidak menyukai boneka itu, wahjahnya tetap pucat dan
murung. Susan juga tidak mau berbicara apa-apa kepadanya. Susan malah
meneteskan air mata, sang saudagar pun bingung.
Hanya
beberapa jam saja di rumah sang saudagar kembali pergi untuk berdagang. Di
tengah perjalanan sang saudagar merenung. Boneka kayu itu tidak ada gunanya
untuk Susan. Namun bagi Susi, itu adalah harta satu-satunya peninggalan ibunya.
Oh sang saudagar menyesal sekali. Pasti sekarang bonekanya Susi sangat sedih
dan menderita, pikirnya.
Saudagar
itu lalu dating kembali ke rumah Susi untuk mengembalikan boneka itu. Tapi
ternyata dugaannnya keliru. Tampak Susi sedang tersenyum sangat manis di
pangkuan ayahnya. Ayahnya sedang membuatkan dia boneka kayu yang baru.
“Kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang” kata yang Susi tiba-tiba. Sang
saudagar pun menunduk malu. Ia kini tahu, apa sebabnya Susan selalu murung dan
Susi selalu gembira. Bukan karena boneka kayu tersebut, tapi karena kasih
sayang dari ayahnya.
Oh,
sang saudagar jadi ingin cepat pulang. ia membatalkan rencana pekerjaannnya. Ia
ingin cepat membawa oleh-oleh kasih sayang kepada Susan.Oleh,
AHADHIM DARY ISMAYA
SMAN 1 Balikpapan